DEPAN

DEPAN
Photobucket

10 Keutamaan Puasa Ramadhan

Kamis, 26 Agustus 2010
0 komentar
sepuluh keutamaan orang-orang yang berpuasa yang ada pada umat ini.

Pertama, Allah memberikan keistimewaan kepada umat yang berpuasa dengan menyediakan satu pintu khusus di surga yang dinamai Al Rayyan. Pintu surga Al Rayyan ini hanya disediakan bagi umat yang berpuasa. Kata Nabi dalam satu haditsnya, “Pintu Rayyan hanya diperuntukkan bagi orang-orang berpuasa, bukan untuk lainnya. Bila pintu tersebut sudah dimasuki oleh seluruh rombongan ahli puasa Ramadhan, maka tak ada lagi yang boleh masuk ke dalamnya.” (HR. Ahmad dan Bukhari-Muslim)

Kedua, Allah telah mengfungsikan puasa umat Nabi Muhammad saw sebagai benteng yang kokoh dari siksa api neraka, sekaligus tirai penghalang dari godaan hawa nafsu. Dalam hal ini Rasul bersabda, “Puasa (Ramadhan) merupakan perisai dan benteng yang kokoh dari siksa api neraka.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi).

Rasul menambahkan pula bahwa puasa yang berfungsi sebagai perisai itu layaknya perisai dalam kancah peperangan selama tidak dinodai oleh kedustaan dan pergunjingan. (HR. Ahmad, An Nasa`i, dan Ibnu Majah).

Ketiga, Allah memberikan keistimewaan kepada ahli puasa dengan menjadikan bau mulutnya ada nilainya. Sehingga Rasul bertutur demikian, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih semerbak di sisi Allah dari bau minyak misik.”

Keempat, Allah memberikan dua kebahagiaan bagi ahli puasa, yaitu bahagia saat berbuka dan pada saat bertemu dengan Allah kelak. Orang yang berpuasa dalam santapan bukanya meluapkan rasa syukurnya di mana bersyukur termasuk salah satu ibadah dan dzikir.

Syukur yang terungkap dalam kebahagiaan karena telah diberi kemampuan oleh Allah untuk menyempurnakan puasa di hari tersebut sekaligus berbahagia atas janji pahala yang besar dari-Nya. “Orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan. Yaitu berbahagia kala berbuka dan kala bertemu Allah.” (kata Rasul dalam hadits riwayat imam Muslim).

Kelima, puasa telah dijadikan oleh Allah sebagai medan untuk menempa kesehatan dan kesembuhan dari beragam penyakit. “Berpuasalah kalian, niscaya kalian akan sehat.” (HR. Ibnu Sunni dan Abu Nu`aim).

Abuya menegaskan bahwa rahasia kesehatan di balik ibadah puasa adalah bahwa puasa menempa tubuh kita untuk melumatkan racun-racun yang mengendap dalam tubuh dan mengosongkan materi-materi kotor lainnya dari dalam tubuh.

Menurut kerangka berpikir Abuya, puasa ialah fasilitas kesehatan bagi seorang hamba guna meningkatkan kadar ketakwaan yang merupakan tujuan utama puasa itu sendiri. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Qs. Al Baqarah: 183).

Keenam, keutamaan berikutnya yang Allah berikan kepada ahli puasa adalah dengan menjauhkan wajahnya dari siksa api neraka. Matanya tak akan sampai melihat pawai arak-arakan neraka dalam bentuk apapun. Rasul yang mulia berkata demikian, “Barangsiapa berpuasa satu hari demi di jalan Allah, dijauhkan wajahnya dari api neraka sebanyak (jarak) tujuh puluh musim.” (HR. Ahmad, Bukhari-Muslim, dan Nasa`i).

Ketujuh, dalam al-Qur’an Allah berfirman, “Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” (QS. At Taubah: 112).

Sebagian ulama ahli tafsir menerangkan bahwa orang –orang yang melawat (As Saihuun) pada ayat tersebut adalah orang yang berpuasa sebab mereka melakukan lawatan (kunjungan) ke Allah. Makna lawatan, tegas Abuya, di sini adalah bahwa puasa merupakan penyebab mereka (orang yang berpuasa) bisa sampai kepada Allah. Lawatan ke Allah ditandai dengan meninggalkan seluruh kebiasaan yang selama ini dilakoni (makan, minum, mendatangi istri di siang hari) serta menahan diri dari rasa lapar dan dahaga.

Sembari mengutip al-Qur’an pula, Abuya mencoba menganalisa surah Az Zumar ayat 10: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”

Orang-orang yang bersabarlah maksudnya adalah orang yang berpuasa sebab puasa adalah nama lain dari sabar. Di saat berpuasalah, orang-orang yang bersabar (dalam beribadah puasa) memperoleh ganjaran dan pahala yang tak terhitung banyaknya dari Dzat Yang Maha Pemberi, Allah swt.

Kedelapan, di saat puasa inilah Allah memberi keistemewaan dengan menjadikan segala aktivitas orang yang berpuasa sebagai ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Karenanya, orang yang berpuasa dan ia meninggalkan ucapan yang tidak berguna (diam) adalah ibadah serta tidurnya dengan tujuan agar kuat dalam melaksanakan ketaatan di jalan-Nya juga ibadah. Dalam satu hadits riwayat Ibnu Mundih dinyatakan, “Diamnya orang yang berpuasa adalah tasbih, tidurnya merupakan ibadah, dan doanya akan dikabulkan, serta perbuatannya akan dilipatgandakan (pahalanya).”

Tentu, tidak dimaksudkan bahwa puasa itu dipenuhi dengan tidur. Bahkan harus sebaliknya, jauh lebih keras.Hanya saja, nilai tidur orang berpuasa di hadapan Allah berbeda dengan tidurnya orang yang tidak berpuasa.

Kesembilan, di antara cara yang Allah memuliakan orang yang berpuasa, bahwa Allah menjadikan orang yang memberi makan berbuka puasa pahalanya sama persis dengan orang yang berpuasa itu sendiri meski dengan sepotong roti atau seteguk air. Dalam satu riwayat Nabi bertutur, "seseorang yang memberi makan orang yang puasa dari hasil yang halal, akan dimintakan ampunan oleh malaikat pada malam-malam Ramadhan…meski hanya seteguk air." (Hr. Abu Ya`la).

Kesepuluh, orang yang berbuka puasa dengan berjamaah demi melihat keagungan puasa, maka para malaikat akan bershalawat (memintakan ampunan) baginya. Mudah-mudahan kita termasuk bagian dari sepuluh keutamaan tersebut.
Baca selengkapnya »

Meraih Berkah Ramadhan

0 komentar
Bulan Ramadhan segera tiba. Tentu saja sebagai orang beriman, kita ingin mengisi bulan ini sebaik-baiknya. Karenanya, di antara yang perlu kita perhatikan adalah adab-adab dalam menjalankannya. Tujuannya, agar tercapai keselarasan antara perintah-perintah syariat dengan maksud pelaksanaan ibadah tersebut. Di antara adab-adab yang semestinya dilakukan antara lain:

1. Menyambutnya dengan bangga, gembira, dan bahagia. Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah, ’Dengan Kurnia dan rahmat-Nya, maka dengan itu bergembiralah kalian. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” ” (Yunus [10]: 58)

Bentuk sambutan itu dengan memuji Allah yang telah memberi kita bulan mulia ini. Kemudian meminta pertolongan-Nya, agar mampu melaksanakan ibadah dengan baik.
2. Senantiasa makan sahur, karena berkah yang terkandung di dalamnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) bersabda: “Makan sahurlah kalian, karena pada makanan sahur itu terdapat barakah.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Adapun makan sahur disunnahkan mengakhirkan, yakni hingga waktu sangat dekat dengan waktu fajar/shubuh.

3. Menyegerakan buka puasa. Diriwayatkan dari Sahal bin Saad, Rasulullah
bersabda, “Sesungguhnya Rasulullah bersabda: ‘Manusia (umat Islam) masih dalam keadaan baik selama mentakjilkan (menyegerakan) berbuka.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
4. Mengawali buka puasa dengan memakan kurma basah. Diriwayatakan dari Anas Radhiallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah berbuka dengan makan beberapa ruthaab (kurma basah) sebelum shalat, kalau tidak ada maka dengan kurma kering, kalau tidak ada maka dengan meneguk air beberapa teguk.” (Riwayat Abu Daud dan Hakim)
5. Selesai berbuka hendaknya berdoa. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, “Adalah Nabi Muhammad selesai berbuka beliau berdoa:——-arabnya—-
Artinya, telah pergi rasa haus dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap ada Insya Allah.” (Riwayat Daaruquthni dan Abu Daud)
6. Memperbanyak sedekah. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas. ia berkata: “Adalah Rasulullah orang yang paling dermawan dan beliau lebih dermawan lagi pada Ramadhan ketika Jibril menemuinya, dan Jibril menemuinya pada setiap malam pada Ramadhan untuk mentadaruskan al-Qur’an dan benar-benar Rasulullah lebih dermawan tentang kebajikan (cepat berbuat kebaikan) daripada angin yang dikirim.” (Riwayat Bukhari)
7. Menggalakkan shalat malam atau shalat tarawih. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: “Adalah Rasulullah menggalakkan qiyamullail (shalat malam) di bulan Ramadhan tanpa memerintahkan secara wajib. Beliau bersabda: ‘Barang siapa yang shalat malam di bulan Ramadhan karena beriman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni baginya dosanya yang telah lalu.” (Riwayat Jama’ah)
8. Berusaha mendapatkan malam lailatul qadar. Diriwayatkan dari Aisyah: “Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda: Berusahalah untuk mencari lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir.” (Riwayat Muslim)
Kita dianjurkan bersungguh-sungguh mendapatkan lailatul qadar ini karena memiliki nilai yang tinggi di sisi Allah.
9. Melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir. Diriwayatkan dari ‘Aisyah, ia berkata: “Adalah Rasulullah mengamalkan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan oleh Allah Azza wa Jalla.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Baca selengkapnya »

Bermurah Hati di Bulan Suci

Minggu, 22 Agustus 2010
0 komentar
Teladan kita, Baginda Rasul SAW adalah manusia yang paling murah hati (dermawan), terutama pada bulan–bulan Ramadhan

Oleh: Amiruddin Thamrin MA*

”Kami telah menentukan antara mereka penghidupan (rizki) mereka di dunia. Dan kami telah meninggikan beberapa derajat sebagian mereka atas sebagian yang lain, agar sebagian mereka dapat mengambil manfaat (mempergunakan) sebagian yang lain.”
[al-Zukhruf: 43/32]

Interaksi antara individu dalam masyarakat telah diatur oleh agama dengan begitu indahnya berdasarkan prinsip saling kasih sayang, saling hormat menghormati serta saling memberikan keuntungan.  Korelasi hubungan antara suami dan istri, antara pimpinan dan bawahan,  antara anak dan orang tua, antara si kaya dan si miskin, antara Muslim dengan saudaranya non Muslim, semua diatur atas dasar saling hormat menghormati sehingga semua manusia di dunia ini sejajar, tidak ada yang merasa lebih tinggi, lebih terhormat atau lebih berkuasa antara satu dengan yang lain.

Kaitannya dengan korelasi antara si kaya dan miskin, agama mendorong  umat untuk berupaya semaksimal mungkin dan bertawakal dalam mencari rezeki. Sekiranya kebutuhan masih belum tercukupi atau belum terpenuhi, islam tetap  melarang meminta-minta kecuali darurat sekali.

Agama melarang keras seorang Muslim untuk minta-minta, apalagi menjadikan minta-minta ini sebagai profesi. Kemiskinan bukanlah sesuatu yang memalukan dan keaiban dalam Islam, yang aib adalah kemalasan, makan rezeki tak halal dan mudah putus asa.

Baginda Rasul SAW pernah bersumpah bahwa seorang yang mencari rezeki dengan mencari dan menjual kayu bakar, jauh lebih baik dari pada orang yang meminta-minta kepada orang lain, baik diberi atau tidak diberi. Sebaliknya agama memuji orang yang bersikap muta’afif, yaitu orang miskin yang menjaga kehormatan dirinya dengan tidak meminta-minta kepada orang lain.

Sementara itu, pada saat yang sama, melalui ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW banyak sekali yang mendorong orang yang mampu untuk mengulurkan tangan, bersedekah dengan memberikan bantuan kepada orang yang tidak mampu, tanpa harus menunggu untuk diminta. Dengan demikian hubungan antara yang memberi dan diberi tetap mesra dan terhormat, hubungan saling membutuhkan, sehingga si kaya dapat memberi dengan penuh keikhlasan karena tanpa harus diminta, begitu pula kehormatan si penerima tetap terjaga karena mereka diberi tanpa harus meminta.

Hal penting lain dalam bersedekah hendaknya bantuan diutamakan bagi kerabat keluarga yang miskin terlebih dahulu, karena sebagaimana dalam sebuah hadits yang menekankan bahwa pemberian kepada fakir miskin merupakan sedekah, tetapi jika diberikan kepada kerabat keluarga yang miskin merupakan sedekah dan penyambung silaturahim, yakni mendapatkan pahala sedekah dan pahala silaturahim. Barulah setelah itu diperuntukkan bagi para fakir miskin secara umum, terutama yang muta’affif.

Karenanya, kepada yang kaya penderma atau badan yang mewakilinya untuk selektif dan teliti dalam mencari dan memberikan bantuan kepada fakir miskin agar tidak tertipu.

Saat seseorang mengulurkan tangannya kepada fakir miskin, pada hakekatnya fakir miskin tersebut juga membuka jalan, memberikan bantuan kepada si kaya yang mendermakan hartanya. Fakir miskin yang menerima sedekah tadi berarti telah mengulurkan tangannya demi kepentingan dan kemaslahatan si pemberi sendiri.

Bersedekah mengajak pelakunya kepada kelanggengan dan bertambahnya rezeki, terhindar dari petaka musibah, dapat menyembuhkan penyakit, memperoleh ganjaran pahala yang berlipat dan pada gilirannya insya Allah akan mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya kelak.

Marilah kita jadikan bersedekah sebagai simbol dan syiar Islam, terutama pada bulan Ramadhan ini. Teladan kita, Baginda Rasul SAW adalah manusia yang paling murah hati (dermawan), terutama pada bulan–bulan Ramadhan.

Penulis tinggal di Damaskus-Suriah. Email: miruddinthamrin@yahoo.com This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it
 
Baca selengkapnya »

Keutamaan Berpuasa di Bulan Ramadhan

0 komentar
Sepuluh keutamaan orang-orang yang berpuasa yang ada pada umat ini.

Pertama, Allah memberikan keistimewaan kepada umat yang berpuasa dengan menyediakan satu pintu khusus di surga yang dinamai Al Rayyan. Pintu surga Al Rayyan ini hanya disediakan bagi umat yang berpuasa. Kata Nabi dalam satu haditsnya, “Pintu Rayyan hanya diperuntukkan bagi orang-orang berpuasa, bukan untuk lainnya. Bila pintu tersebut sudah dimasuki oleh seluruh rombongan ahli puasa Ramadhan, maka tak ada lagi yang boleh masuk ke dalamnya.” (HR. Ahmad dan Bukhari-Muslim)

Kedua, Allah telah mengfungsikan puasa umat Nabi Muhammad saw sebagai benteng yang kokoh dari siksa api neraka, sekaligus tirai penghalang dari godaan hawa nafsu. Dalam hal ini Rasul bersabda, “Puasa (Ramadhan) merupakan perisai dan benteng yang kokoh dari siksa api neraka.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi).

Rasul menambahkan pula bahwa puasa yang berfungsi sebagai perisai itu layaknya perisai dalam kancah peperangan selama tidak dinodai oleh kedustaan dan pergunjingan. (HR. Ahmad, An Nasa`i, dan Ibnu Majah).

Ketiga, Allah memberikan keistimewaan kepada ahli puasa dengan menjadikan bau mulutnya ada nilainya. Sehingga Rasul bertutur demikian, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih semerbak di sisi Allah dari bau minyak misik.”

Keempat, Allah memberikan dua kebahagiaan bagi ahli puasa, yaitu bahagia saat berbuka dan pada saat bertemu dengan Allah kelak. Orang yang berpuasa dalam santapan bukanya meluapkan rasa syukurnya di mana bersyukur termasuk salah satu ibadah dan dzikir.

Syukur yang terungkap dalam kebahagiaan karena telah diberi kemampuan oleh Allah untuk menyempurnakan puasa di hari tersebut sekaligus berbahagia atas janji pahala yang besar dari-Nya. “Orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan. Yaitu berbahagia kala berbuka dan kala bertemu Allah.” (kata Rasul dalam hadits riwayat imam Muslim).

Kelima, puasa telah dijadikan oleh Allah sebagai medan untuk menempa kesehatan dan kesembuhan dari beragam penyakit. “Berpuasalah kalian, niscaya kalian akan sehat.” (HR. Ibnu Sunni dan Abu Nu`aim).

Abuya menegaskan bahwa rahasia kesehatan di balik ibadah puasa adalah bahwa puasa menempa tubuh kita untuk melumatkan racun-racun yang mengendap dalam tubuh dan mengosongkan materi-materi kotor lainnya dari dalam tubuh.

Menurut kerangka berpikir Abuya, puasa ialah fasilitas kesehatan bagi seorang hamba guna meningkatkan kadar ketakwaan yang merupakan tujuan utama puasa itu sendiri. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Qs. Al Baqarah: 183).

Keenam, keutamaan berikutnya yang Allah berikan kepada ahli puasa adalah dengan menjauhkan wajahnya dari siksa api neraka. Matanya tak akan sampai melihat pawai arak-arakan neraka dalam bentuk apapun. Rasul yang mulia berkata demikian, “Barangsiapa berpuasa satu hari demi di jalan Allah, dijauhkan wajahnya dari api neraka sebanyak (jarak) tujuh puluh musim.” (HR. Ahmad, Bukhari-Muslim, dan Nasa`i).

Ketujuh, dalam al-Qur’an Allah berfirman, “Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.” (QS. At Taubah: 112).

Sebagian ulama ahli tafsir menerangkan bahwa orang –orang yang melawat (As Saihuun) pada ayat tersebut adalah orang yang berpuasa sebab mereka melakukan lawatan (kunjungan) ke Allah. Makna lawatan, tegas Abuya, di sini adalah bahwa puasa merupakan penyebab mereka (orang yang berpuasa) bisa sampai kepada Allah. Lawatan ke Allah ditandai dengan meninggalkan seluruh kebiasaan yang selama ini dilakoni (makan, minum, mendatangi istri di siang hari) serta menahan diri dari rasa lapar dan dahaga.

Sembari mengutip al-Qur’an pula, Abuya mencoba menganalisa surah Az Zumar ayat 10: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.”

Orang-orang yang bersabarlah maksudnya adalah orang yang berpuasa sebab puasa adalah nama lain dari sabar. Di saat berpuasalah, orang-orang yang bersabar (dalam beribadah puasa) memperoleh ganjaran dan pahala yang tak terhitung banyaknya dari Dzat Yang Maha Pemberi, Allah swt.

Kedelapan, di saat puasa inilah Allah memberi keistemewaan dengan menjadikan segala aktivitas orang yang berpuasa sebagai ibadah dan ketaatan kepada-Nya. Karenanya, orang yang berpuasa dan ia meninggalkan ucapan yang tidak berguna (diam) adalah ibadah serta tidurnya dengan tujuan agar kuat dalam melaksanakan ketaatan di jalan-Nya juga ibadah. Dalam satu hadits riwayat Ibnu Mundih dinyatakan, “Diamnya orang yang berpuasa adalah tasbih, tidurnya merupakan ibadah, dan doanya akan dikabulkan, serta perbuatannya akan dilipatgandakan (pahalanya).”

Tentu, tidak dimaksudkan bahwa puasa itu dipenuhi dengan tidur. Bahkan harus sebaliknya, jauh lebih keras.Hanya saja, nilai tidur orang berpuasa di hadapan Allah berbeda dengan tidurnya orang yang tidak berpuasa.

Kesembilan, di antara cara yang Allah memuliakan orang yang berpuasa, bahwa Allah menjadikan orang yang memberi makan berbuka puasa pahalanya sama persis dengan orang yang berpuasa itu sendiri meski dengan sepotong roti atau seteguk air. Dalam satu riwayat Nabi bertutur, "seseorang yang memberi makan orang yang puasa dari hasil yang halal, akan dimintakan ampunan oleh malaikat pada malam-malam Ramadhan…meski hanya seteguk air." (Hr. Abu Ya`la).

Kesepuluh, orang yang berbuka puasa dengan berjamaah demi melihat keagungan puasa, maka para malaikat akan bershalawat (memintakan ampunan) baginya. Mudah-mudahan kita termasuk bagian dari sepuluh keutamaan tersebut.
Baca selengkapnya »
 

Template Information

Contact Us

Kotak Pesan

Random Post

husnah

statistics

visitor

Followers

Copyright © Hidayatullah Medan All Rights Reserved • Design by Dzignine
best suvaudi suvinfiniti suv